Pantai Tanjung Setia (Lampung Barat), sudah terpatri bagi para wisatawan
asing, Selain panoramanya alami pantai ini juga menyuguhkan ombak yang
sangat menantang. Jangan heran jika pada bulan Juli hingga Oktober
selalu dipadati turis asing untuk melakukan surfing, lantaran ombaknya
mencapai tujuh meter.
Deburan ombak di pantai Tanjung Setia yang berhadapan dengan Samudera Hindia, memang
membuat gemas bagi para
wisatawan yang datang khusus untuk berselancar. Selain ombaknya tinggi
dan panjang, kondisi lautnyapun masih alami, belum tercemar bahkan
udaranya sangat sejuk dengan kondisi alamnya yang damai, serta jauh dari kebisingan.
Pantai
yang berada di sebuah teluk kecil ini, selain menjadi lokasi surfing
bagi wisatawan mancanegara dari Australia, Amerika dan negara Eropa
lainnya, juga dikenal sebagai tempat berwisata memancing yang kaya ikan
laut mulai tuna hingga blue marlin. Juga
sebagai tempat berkemah, apalagi ada cottage yang representatif bahkan
alami lantaran bangunannya menyatu dengan alam.
Oleh karena itu, tidak berlebihan jika pantai yang berada Pekon Bumi Agung, Kecamatan Biha, sekitar 22 km dari Kota Krui
dijuluki mutiara yang terpendam. Karena deburan ombaknya tidak kalah
dengan pantai-pantai yang ada di Bali dan Nias. Selain itu, kondisi
pasir pantai yang halus, putih bak mutiara serta kebersihan
pantai masih terjaga.
Mungkin bagi turis lokal, nama Tanjung Setia
memang masih agak asing. Maklum, objek wisata yang potensinya berkelas
dunia itu belum banyak dipromosikan. Namun, bagi wisatawan asing,
terutama yang hobi berselancar (surfing), Tanjung Setia merupakan tujuan
baru yang sangat menantang untuk dicoba.
Menurut wisatawan asing yang datang, memang mereka datang khusus
untuk merasakan gempuran ombak dan gelombang di pantai tersebut.
Umumnya
mereka mengetahui keberadaan pantai tersebut dari internet atau dari
blog-blog surfer yang pernah datang ke Tanjung Setia. Seperti Edu, wisatawan mancanegara asal Bask, Eropa, yang mengetahui Tanjung Setia dari temannya.
Sebuah ombak besar menderu sambil memuncratkan buih putihnya. Edu
bergegas menyambut ombak, mengayuh lalu berdiri di atas papan
selancarnya dan kemudian meliuk-liuk menyusuri gelombang yang panjang.
Sesekali ia bergerak naik keatas gelombang tersebut dan dengan cepat
menukik. Edu mengulangi gerakan itu sampai ke ujung gelombang. Saat itu
sekitar pukul 09.30, dan menurut Edu, mulai dari sekitar pukul 09.00
sampai 12.00 ombak di Tanjung Setia memang sedang besar- besarnya.